Selasa, 15 Maret 2016

PANEN DAN PENGAMBILAN UBINAN


Oleh: Nuryani, SP.





Penentuan Saat Panen



Waktu panen bergantung beberapa faktor, antara lain varietas, iklim dan pemeliharaan tanaman. Di Indonesia pada umumnya tanaman padi berbunga tidak serempak. Sedangkan panen menunggu masaknya malai yang masih hijau. Hal itu menyebabkan malai yang lebih dahulu menjadi terlalu masak, sehingga mudah rontok dan berasnya retak-retak. Pada waktu panen berlangsung dan selama pengangkutan dari sawah, banyak gabah yang hilang. Oleh karena itu perlu diatur agar saat berbunga dapat serentak sehingga waktu panen dapat serentak.



Cara-cara untuk membuat keluar malai serentak:

  1. Perlu diperhatikan meratanya benih yang disemaikan.
  2. Penaburan pestisida dan pupuk harus rata untuk memperoleh tanaman yang seragam.
  3. Pengolahan tanah harus sama dalamnya.
  4. Permukaan sawah harus rata.
  5. Mengurangi tumbuhnya anakan padi yang tidak produktif dengan cara pengeringan sawah selama 5 – 10 hari setelah fase terbentuknya anakan produktif berakhir.
  6. Kurang adari 10 hari sebelum panen, sawah dikeringkan agar masaknya padi lebih merata dan padi yang dipanen tidak basah.



Penentuan saat panen dapat dilakukan dengan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen padi dicapai apabila 90 – 95% butir gabah pada malai padi sudah kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan mengasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi.



Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air. Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23% pada musim kemarau dan antara 24 – 26% pada musim penghujan.



Panen



Sabit merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit terdiri dari 2 jenis, yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Sabit bergerigi pada umumnya digunakan untuk memotong apdi varietas unggul baru yang berpostur pendek. Penggunaan sabit bergerigi dapat menekan kehilangan hasil sampai 3%.



Spesifikasi sabit bergerigi yaitu:

  1. Gagang terbuat dari kayu bulat berdiameter 2 cm dan panjang 15 cm.
  2. Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12 - 16 gerigi sepanjang 1 inci.
  3. Pemotongan padi dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah dan potong bawah tergantung cara perontokannya. Pemotongan dengan cara potong bawah dilakukan bila perontokan dengan menggunakan pedal thresher atau digebuk. Pemotongan atas atau tengah apabila menggunaan power thresher.



Sistim panen harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:



  1. Pemanenan dilakukan dengan sistim beregu atau berkelompok.
  2. Pemanenan dan perontokan dilakukan oleh kelompok pemanen.
  3. Jumlah pemanen 5 – 7 orang yang dilengkapi dengan 1 unit pedal theresher atau 15 – 20 orang yang dilengkapi 1 unit power thresher.



Setelah disabit, sebelum dilakukan perontokan padi ditumpuk. Ketidaktepatan dalam penumpukan dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penupukan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil atnara 0,94 – 2,36%.



Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil sekitar 3%. Berikut ini cara perontokan padi dengan power thresher:

  1. Pemotongan tangkai pendek disarankan untuk merontok dengan mesin perotok tipe “throw in” dimana semua bagian yang akan dirotok masuk ke dalam ruang perontok.
  2. Pemotongan tangkai panjang disarankan untuk merontok dnegan alat atau mesin yang mempunyai tipe “hold on” dimana tangkai jerami dipegang, hanya bagian ujung padi yang ada malainya yang ditekankan kepada alat perontok.
  3. Setelah mesin dihidupkan atur putaran silinder perontok sesuai dengan yang diinginkan.
  4. Putaran silinder perontok akan menghisap jerami padi yang dimasukkan dari pintu pemasukkan.
  5. Jerami akan berputar-putar di dalam ruang perontok, tergesek terpukul dan terbaga oleh gigi perontok dan sirip pembawa menuju pintu pengeluaran jerami.
  6. Butiran padi yang rontok dari jerami akan jatuh melalui saringan perontok, sedangkan jerami akan terdorong oleh plat pendorong ke pintu pengeluaran jerami.
  7. Butiran padi, potongan jerami dan kotoran yang lolos dari saringan perontok akan jatuh ke ayakan dnegan bergoyang dan juga terhembus oleh kipas angin.
  8. Butiran hampa atau benda-benda ringan lainnya akan tertiup terbuang melaui pintu pengeluaran kotoran ringan.
  9. Benda yang lebih besar dari butiran padi akan terpisah melaluai ayakan yang berlubang, sedangkan buti padi akan jatuh dan tertampung pada pintu pengeluaran padi bernas.








Pengambilan Ubinan



Pengubinan merupakan istilah yang biasa digunakan oleh petugas pertanian maupun statistik untuk menghitung secara cepat dan sederhana hasil panen produk pertanian tidak hanya padi sawah. Namun teknik ini paling umum digunakan untuk memperkirakan potensi hasil gabah dalam luasan 1 hamparan ( 1 ha ).



Untuk melakukan pengubinan ini ada tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siapa saja yang ingin menghitung potensi hasil tanamannya. Prosesnya sangat sederhana, petani pun bisa melakukannya. Proses yang pertama kali harus dilakukan adalah hari yang tepat untuk pengubinan dan diupayakan tanaman padi yang akan diubin sudah benar-benar siap untuk dipanen (fisiologis dan umurnya sudah tepat).



Langkah pengubinan



Pengubinan dilakukan dengan cara cara sebagai berikut :

  1. Mengambil minimal 3 titik berbentuk ubin berukuran 2,5m x 2,5m per hektar sawah.
  2. Memotong padi hasil ubinan
  3. Memisahkan bulir padi dari batangnya.
  4. Menampi untuk memisahkan gabah hampa.
  5. Menimbang padi hasil ubinan (termasuk gabah hampa.)



Setelah itu timbang padi hasil pemisahan tadi. Hasil timbangan tersebut di kalikan 16 lalu di kalikan 80%



Manfaat Pengubinan



Fungsi kegiatan pengubinan adalah para petani bisa mengetahui perkiraan potensi hasil dari tanaman padi petani, hal ini bermanfaat agar petani tidak diperdaya oleh sistem jual ijon (borong) yang hanya memperkirakan harga perluasan lahan yang ada. Contohnya seorang petani memiliki lahan sawah yang telah ditanami padi dan siap penen, lahan tersebut sudah ditawar oleh para pengijon seharga 17,5 juta rupiah untuk hasil gabah yang dipanen 1 ha milik petani tersebut, ternyata setelah menghitung sendiri bahwa potensi panen yang diperkirakan dari hasil ubinan dilokasi petani tersebut diperoleh data 4750 grm untuk luasan 2,5 m x 2,5 m dengan sistem tanam jajar legowo 4:1, maka prediksi hasil panen yang diperoleh adalah (4,75 kg x 16 = 76 kwintal gabah panen dan jika dijual maka hasilnya adalah = (76 kwintal x Rp. 350.000 = Rp. 26.600.000), ternyata hasil panen bisa mencapai 2 x lipat dari prediksi pedagang ijon.



Kegiatan pengubinan bisa membuka pengetahuan petani tentang prediksi produksi gabah panennya. Walaupun terkadang secara tidak sadar kegiatan ini hanya sekedar menghitung hitung namun secara sosial hal ini bisa berdampak perubahan yang sangat baik bagi kesadaran petani yang selama ini masih terjerat pola pikir ijon.



Kegiatan ini juga bisa menjadi sarana bagi penyuluh pertanian dalam membuka wawasan pola pikir petani tentang teknologi pertanian, karena metode pengubinan juga menerapkan metode dan teknik teknik yang membutuhkan pembelajaran terlebih dahulu.



Pengubinan juga menjadi tolok ukur keberhasilan dalam melakukan usaha tani. Peningkatan hasil ubinan menunjukan adanya dampak penerapan teknologi yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilakuan evaluasi bersama untuk perbaikan usaha tani yang akan datang.





Oleh karena itu dalam setiap kegiatan pengubinan penyuluh tidak hanya melakukannya bersama petugas dari BPS namun juga melibatkan petani sebagai pelaku utama dalam kegiatan pengubinan.





Disadur dari:

  • Panduan Teknologi Mendukung Program SLPTT Padi, BPTP Provinsi Bengkulu, 2010.
  • Petunjuk Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat, Balai Penelitian Tanaman Padi, International Rice Research Institute, 2004.
  • Bercocok Tanam Padi, Yasaguna Jakarta,1992.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar