![]() |
Jarak tanam (jajar legowo) bagian dari SRI |
SRI (Siystem Rice Intensification) dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi metode budidaya padi yang cukup fenomenal. Karena ternyata memberikan hasil yang lebih banyak dibanding dengan sistem konvensional selama ini. Isyu yang lebih penting adalah sistim ini lebih ramah lingkungan dengan mengedepankan sistim pertanian organik. SRI mengajarkan untuk memahami padi sebagai tumbuhan rumput-rumputan yang butuh air akan tetapi bukan tanaman air. Sehingga pengaturan air menjadi hal yang sangat penting. Berikut ini tulisan yang diambil dari salah seorang tokoh penggerak SRI dari Madagaskar Dawn Bakelar bisa menjadikan sebagai rujukan untuk memahami metode SRI.
Apakah SRI itu?
SRI
mengembangkan praktek pengelolaan padi yang memperhatikan kondisi pertumbuhan
tanaman yang lebih baik, terutama di zona perakaran, dibandingkan dengan teknik
budidaya cara tradisional. SRI dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980
oleh Henri de Lauline, seorang pastor Jesuit yang lebih dari 30 tahun hidup
bersama petani-petani di sana. Tahun 1990 dibentuk Association Tefy Saina
(ATS), sebuah LSM Malagasy untuk memperkenalkan SRI. Empat tahun kemudian,
Cornell International Institution for Food, Agriculture and Development
(CIIFAD), mulai bekerja sama dengan Tefy Saina untuk memperkenalkan SRI di
sekitar Ranomafana National Park di Madagaskar Timur, didukung oleh US Agency
for International Development. SRI telah diuji di Cina, India, Indonesia,
Filipina, Sri Langka dan Bangladesh dengan hasil yang positif.
Tabel 1. Perbandingan
Pertumbuhan Padi antara Metode Tradisional dengan Metode SRI.
|
Metode Tradisional |
Metode SRI
|
||
|
Rata-rata
|
Kisaran
|
Rata-rata
|
Kisaran
|
Rumpun/m2
|
56
|
42-65
|
16
|
10-25
|
Tanaman/rumpun
|
3
|
2-5
|
1
|
1
|
Batang/rumpun
|
8,6
|
8-9
|
55
|
44-74
|
Malai/rumpun
|
7,8
|
7-8
|
32
|
23-49
|
Bulir/malai
|
114
|
101-130
|
181
|
166-212
|
Bulir/rumpun
|
824
|
707-992
|
5,858
|
3,956-10,388
|
Hasil panen (t/ha)
|
2,0
|
1,0-3,0
|
7,6
|
6,5-8,8
|
Kekuataan akar (kg)
|
28
|
25-32
|
53
|
43-69
|
Data
dalam metode tradisional dihitung dari 5 pecahan lahan di areal yang
berdekatan. Data dalam metode SRI merupakan rata-rata dan kisaran dari 22 plot
uji coba (Data diambil dari thesis S2 Joelibarison, 1998).
Mulanya, praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”. SRI menentang
asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah
dilakukan. Kebanyakan petani padi menanam bibit yang telah matang (umur
20-30 hari), dalam bentuk rumpun, secara serentak, dengan penggenangan air di
sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. Mengapa? Praktek ini seolah-olah
mengurangi resiko kegagalan bibit mati. Masuk akal bahwa tanaman yang
lebih matang seharusnya mampu bertahan lebih baik; penanaman dalam bentuk
rumpun akan menjamin beberapa tanaman tetap hidup saat pindah tanam
(transplanting); dan penanaman dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air
dan gulma sulit tumbuh.
Terlepas
dari alasan di atas, para petani yang menerapkan metode SRI belum menemukan
resiko yang lebih besar daripada metode tradisional. Empat penemuan kunci
penerapan SRI adalah:
1. Bibit dipindah lapang
(transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah
muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 8-15 hari (Lihat Gambar
1). Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap
lembab dan tidak tergenang air. Saat transplantasi dari petak semaian,
perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap
lembab. Jangan bibit dibiarkan mengering. Sekam (sisa benih yang
telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan
energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat
mungkin setelah dipindahkan dari persemaian ---sekitar ½ jam, bahkan lebih baik
15 menit. Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi
horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila
bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan
untuk tumbuh ke bawah. Tranplantasi saat bibit masih muda secara
hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam
memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Bulir
padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di atas cabang,
yang dihasilkan oleh batang yang subur). Lebih banyak batang yang muncul
dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang
dihasilkan oleh malai.
2. Bibit ditanam satu-satu daripada
secara berumpun
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada
secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar
tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran. Sehingga
tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya,
atau nutrisi dalam tanah. Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat
tanaman ditanam satu-satu, dan ketika uraian berikut diikuti :
3. Jarak tanam yang lebar
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit
lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah.
Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm
Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak
tanam dalam berbagai variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu
menghasilkan rumpun subur tertinggi per m2) tergantung kepada struktur,
nutrisi, suhu, kelembaban dan kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman
harus mendapat ruang cukup untuk tumbuh. Mungkin anda pernah juga menggunakan
metode lain selain SRI, namun jarang yang jarak tanam terbaiknya dibawah 20 cm
x 20 cm. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50
x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.
Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk
memudahkan pendangiran), petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir
sawah, lalu diantaranya diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda
interval yang sama, sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam
yang lebar ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh
leluasa, tanaman juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan
nutrisi. Hasilnya akar dan batang akan tumbuh lebih baik (juga penyerapan
nutrisi). Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk pendangiran (lihat
no. 6 di bawah).
Jika petani sudah lebih berpengalaman, mereka
dapat menghemat waktu dengan hanya menandai titik persilangan tali di petak
sawah dengan lidi atau alat lain. Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih
sedikit dibandingkan metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan
bahwa kebutuhan benih hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang
mencapai 107 kg/ha. Belum lagi hasil panen yang diperoleh berlipat ganda
karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.
4. Kondisi tanah tetap lembab tapi
tidak tergenang air
Secara tradisional penanaman padi biasanya
selalu digenangi air. Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam air
yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi
hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan.
Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah digenangi air, hingga mencapai ¾
total akar saat tanaman mencapai masa berbunga. Saat itu akar mengalami die
back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga
“senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit
bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½
kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman
padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk
memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali
(mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini
dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong
akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar
akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan
subur.
Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi
dengan pendangiran mekanis, akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam
tanah dan akar berkembang lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih
banyak. Pada sawah yang tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung
udara (aerenchyma) yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen.
Namun, karena kantung udara ini mengambil 30-40% korteks akar, maka
dapat berpotensi menghentikan penyaluran nutrisi dari akar keseluruh bagian
tanaman. Penggenangan dapat dilakukan sebelum pendangiran untuk
mempermudah pendangiran (lihat no. 5). Selain itu, penggenangan air
paling baik dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga
air yang berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya. Perlakuan
ini membuat sawah mampu untuk menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari;
sebaliknya sawah yang digenangi air justru akan memantulkan kembali radiasi
matahari yang berguna, dan hanya menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam
pertumbuhan tanaman. Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya
dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif. Selanjutnya, setelah
pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang diterapkan di praktek
tradisional. Petak sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum
panen.
Sebagai tambahan untuk 4 prinsip ini, 2 praktek
lain sangat penting dalam metode SRI. Keduanya tidak berlawanan dan telah lama
dikenal oleh petani dalam bercocok tanam.
5. Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput)
dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana (lihat gbr 3). Para
petani di Madagaskar beruntung setelah menggunakan alat pendangiran yang
dikembangkan International Rice Research Institute sejak tahun 1960-an, yang
mampu mengurangi tenaga kerja dan meningkatkan hasil panen. Alat ini
mempunyai roda putar bergerigi yang berfungsi untuk mengaduk tanah saat ditekan
ke bawah dan tidak merusak tanaman karena ada jarak diantara roda.
Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga ---bisa mencapai 25 hari kerja untuk
1 ha--- tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh sangat
tinggi.
Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari
setelah tranplantasi, dan pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan
2-3 kali pendangiran, namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu
meningkatkan hasil hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari
praktek ini bukan sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini
dapat memperbaiki struktur dan meningkatkan aerasi tanah.
6. Asupan Organik
Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan
pupuk kimia untuk meningkatkan hasil panen pada tanah-tanah tandus di
Madagaskar. Tetapi saat subsidi pupuk dicabut pada akhir tahun 1980-an,
petani disaarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata hasilnya lebih bagus.
Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah
tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila
ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun taaman
kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain seperti Tithonia
dan Afromomum angustifolium, memberikan tamabahan unsur P. Kompos
menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur
tanah. Di tanah yang miskin jika tidak di pupuk kimia, secara otomatis
perlu diberikan masukan nutrisi lain. Pedomannya: dengan hasil panen yang
tinggi, sesuatu perlu dikembalikan untuk menyuburkan tanah!
Mengapa SRI berhasil ?
SRI berhasil karena menerapkan konsep sinergi.
Dalam konteks ini, sinergi menunjukkan bahwa semua praktek dalam SRI
berinteraksi secara positif, saling menunjang, sehingga hasil keseluruhan lebih
banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Setiap bagian dari SRI bila
dilakukan akan memberikan hasil yang positif, tapi SRI hanya akan berhasil
kalau semua praktek dilaksanakan secara bersamaan.
Ketika dipakai bersamaan, praktek SRI memberi
dampak pada struktur tanaman padi yang berbeda dibandingkan praktek
tradisional. Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak batang,
perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk
menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas
untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah. Untuk ini akar
membutuhkan kondisi tanah, air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang
optimal. Akar juga memerlukan energi hasil fotosintesis yang terjadi di batang
dan daun yang ada di atas tanah. Sehingga akar dan batang saling tergantung.
Saat kondisi pertumbuhan optimum, ada hubungan positif antara jumlah batang per
tanaman, jumlah batang yang menghasilkan (malai), dan jumlah bulir gabah per
batang.
Tanaman padi dalam model SRI akan tampak kecil,
kurus dan jarang di sawah selama sebulan atau lebih setelah
transplantasi. Dalam bulan pertama, tanaman mulai menumbuhkan batang.
Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata. Dalam bulan ke-3,
petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang sangat cepat. Untuk
memahami hal ini, perlu dimengerti konsep phyllochrons, sebuah
konsep yang diaplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman
biji-bijian seperti padi, gandum, dan barley.
Phyllochron bukan suatu benda, tetapi periode
waktu antara munculnya satu phytomer (satu set batang, daun, dan akar
yang muncul dari dasar tanaman) dan perkecambahan selanjutnya (lihat Tabel
2). Ukuran phyllochrons ditentukan terutama oleh temperatur, tapi
juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti panjang hari, kelembaban, kualitas
tanah, kontak dengan air dan cahaya serta ketersediaan nutrisi.
Tabel 2. Pertambahan Jumlah Batang yang Dihasilkan Tanaman Padi dalam Ukuran Phyllochrons
|
Phyllochrons |
|||||||||||
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
XI
|
XII
|
Batang baru
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
5
|
8
|
12
|
20
|
31
|
Total batang
|
1
|
1
|
1
|
2
|
3
|
5
|
8
|
13
|
21
|
33
|
53
|
84
|
Keterangan :
Batang
pertama dan berikutnya menghasilkan batang baru yang menghasilkan batang baru
lagi). Pada akhir seri, pertumbuhan tanaman meningkat secara eksponensial
(berlipat) dan tidak satu-satu.. (Sumber : De Laulanie, 1993)
Bila kondisinya sesuai, phillochrons
dalam padi lamanya lima sampai tujuh hari, meski dapat lebih singkat pada
temperatur lebih tinggi. Di bawah kondisi yang bagus, fase vegetatif tanaman
padi dapat berlangsung selama 12 phyllochrons sebelum tanaman mulai menumbuhkan
malai dan masuk ke fase pembungaan (lihat Tabel 2). Ini mungkin dilakukan
ketika pertumbuhan dipercepat, sehingga banyak phillochrons sudah
tercapai sebelum inisiasi malai.
Sebaliknya, dalam kondisi miskin, phyllochrons
berlangsung lebih lama, dan hanya sedikit yang mampu mencapai fase
pembungaan. Yang perlu diingat : hanya beberapa batang yang tumbuh dalam
fase awal phyllochrons (dan tidak ada sama sekali selama phillochrons
kedua dan ketiga), namun setelah fase phillochrons ketiga setiap
batang akan menghasilkan batang baru dari pangkalnya (dengan tenggang waktu
satu phyllochrons sebelum proses malai) (lihat table 2). Dalam periode
vegetatif berikutnya, dalam kondisi yang ideal, pertambahan batang tanaman
menjadi berlipat (eksponensial) dan bukan aditif (sesuai dengan hukum Fibonacci
dalam ilmu Biologi). Dalam praktek budidaya lama, periode produksi batang
maksimum tercapai sebelum inisiasi malai, tapi dengan SRI keduanya bisa dicapai
bersamaan.
Inilah mengapa, saat paling baik untuk
transplantasi bibit adalah selama phyllochrons ke-2 atau ke-3, sehingga tidak
ketinggalan fase berlipat (eksponensial) yang mulai pada phyllochrons
ke-4. Akar bibit mengalami trauma saat terkena sinar matahari dan
mengering, saat ditanam di tempat yang tidak ada kontak dengan udara; dan saat
bulu akar keluar dari akar pertama, akan hilang atau rusak jika terlambat
ditranspalantasi. Trauma ini memperlambat pertumbuhan berikutnya,
sehingga banyak phyllochrons yang tidak tercapai sebelum inisiasi
malai. Banyak metode transplantasi (dan waktu) menyebabkan tanaman
terhambat tumbuh selama satu atau dua minggu yang juga menghambat pertumbuhan
selanjutnya. Untuk pertumbuhan batang maksimum, tanaman perlu menyelesaikan
sebanyak mungkin phyllochrons selama fase vegetatif. Bila bibit
ditranplantasi pada umur 3 atau 4 minggu, phyllochrons terpenting saat
batang tumbuh tidak akan pernah tercapai.
Bertentangan dengan kebiasaan umum yang
menganggap bahwa banyak batang akan mengurangi jumlah malai dan pembentukan
bulir, dengan SRI, terbukti tidak ada hubungan negatif antara jumlah batang yang
diproduksi dan jumlah bulir diproduksi oleh batang subur. Semua komponen hasil
panen, tumbuhnya batang, pembentukan malai dan pengisian bulir dapat bertambah
di bawah kondisi yang mendukung.
Semua
tampak Ideal untuk direalisasikan. Apakah keterbatasannya?
SRI membutuhkan lebih banyak tenaga kerja per
ha daripada metode tradisional. Bila petani tidak terbiasa
mentransplantasi bibit kecil (umur 2 minggu) dalam jarak ruang dan kedalaman
tertentu, proses ini bisa membutuhkan waktu dua kali lebih lama. Tapi
jika para petani sudah merasa nyaman dan menguasai tekniknya, transplantasi
membutuhkan waktu lebih singkat karena jumlah bibit yang ditanam jauh lebih
sedikit.
Dengan SRI, diperlukan lebih banyak waktu juga
untuk mengatur pengairan sawah dibandingkan cara lama. Ini berarti sistem
irigasi perlu diatur secara tepat agar memungkinkan air masuk dan keluar dari
sawah secara teratur. Kebanyakan irigasi tidak diatur seperti ini
(kebanyakan irigasi hanya dibuat untuk menyimpan banyak air), sehingga perlu
dilakukan perbaikan pada petak dan pengairan lebih dulu sebelum memulai metode
SRI.
Pendangiran juga membutuhkan waktu lebih banyak
bila sawah tidak digenangi air terus. Tapi, hasil panen bisa naik
beberapa kali lipat jika aerasi tanah diatur baik dengan alat pendangiran putar
bergerigi. Akhirnya, hasil panen yang lebih mampu menutupi pengeluaran
tambahan untuk tenaga pendangiran.
Awalnya, SRI membutuhkan 50-100% tenaga kerja
(yang terampil dan teliti) lebih banyak, tapi lama kelamaan jumlah ini dapat
menurun. Petani SRI yang sudah berpengalaman membutuhkan tenaga kerja
lebih sedikit saat teknik SRI telah dikuasai dan mereka semakin percaya
diri. Dengan hasil panen dua, tiga bahkan empat kali lipat dibanding
metode lama, mampu menutupi ongkos buruh dan lahan yang meningkat.
Beberapa petani masih meragukan manfaat
SRI. SRI tampak seperti mukjijat di awal, tetapi ada alasan ilmiah untuk
menjelaskan setiap bagian prosesnya. Para petani ini perlu dimotivasi
untuk mencobanya di area kecil dahulu, untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka
mengenai manfaat dan untuk memperoleh ketrampilan di skala kecil.
Penanaman dan pendangiran merupakan pekerjaan
yang butuh tenaga kerja paling intensif dalam SRI. Banyak petani
kesulitan memperoleh tenaga kerja yang cukup untuk ini, baik dari anggota
keluarga sendiri maupun yang disewa. Jika petani mengalami kendala ini
sebaiknya mereka tidak menanam dan mengelola seluruh lahannya dengan pola SRI,
tetapi cukup mencoba di sebagian lahannya saja, sehingga tidak harus keluar biaya
untuk buruh dan sewa lahan. Lalu, sisa lahan ditanamai tanaman lain jika
telah tersedia tenaga kerja.
Apakah
SRI Berkelanjutan ? Bagaimana Petani dapat Memperoleh Hasil yang Tinggi?
Para ilmuwan masih belum yakin, bahkan banyak
yang skeptis, bagaimana mungkin hasil tinggi dapat diperoleh pada tanah miskin
seperti Madagaskar. Untungnya SRI telah terbukti juga sukses diterapkan di
Cina, India, Indonesia, Filipina, Sri Langka dan Bangladesh. Jadi jelas
bahwa SRI tidak hanya cocok untuk satu neegara.
Memang belum ada evaluasi sistematis oleh
ilmuwan mengenai SRI ini. Tetapi telah ada sedikit penjelasan ilmiah terkait
penerapan SRI sebagai berikut :
1. Proses Fiksasi Biologis Nitrogen
(Biological Nitrogen Fixation - BNF). Bakteri dan mikroba yang bebas hidup di
sekitar akar padi dapat menguraikan nitrogen yang diperlukan untuk
tanaman. Kehadiran bakteri seperti ini telah tercatat untuk tanaman tebu,
yang termasuk famili rumput-rumputan, seperti padi. Ketika tanaman tebu
tidak diberi pupuk nitrogen (karena pupuk ini dapat memacu produksi enzim
nitrogenase yang diperlukan untuk proses fiksasi nitrogen), mikroba tanah mampu
menyediakan 150-200 kg nitrogen per ha untuk tebu. Namun, proses
penguraian nitrogen justru berkurang pada lahan yang diberikan pupuk kimia.
Diketahui bahwa 80 % bakteri di dalam dan sekitar akar padi memiliki kemampuan
menyediakan nitrogen, tetapi potensi ini tidak akan menjadi nyata bila
penggunaan pupuk nitrogen kimia diteruskan atau dalam kondisi tanah an-aerobik
dan tergenang.
2. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa
tanaman dapat tumbuh baik dalam konsentrasi hara rendah, selama hara tersebut
tersedia berimbang dan konsisten. Kita tahu bahwa kompos menyediakan hara
sedikit demi sedikit tapi konstan.
3. Tanaman dengan akar yang bebas
menyebar dapat menyerap hara apapun di dalam tanah. Pertumbuhan akar yang bebas
hanya mungkin terjadi pada akar bibit muda yang punya banyak ruang dan oksigen,
bahkan saat air dan nutrisi hanya sedikit tersedia akar dapat mencarinya
sendiri. Akar yang demikian dapat mengekstrak unsur hara yang lebih seimbang
dari tanah, termasuk nutrisi dari unsur mikro yang diperlukan sedikit tapi
penting.
Banyak hal yang perlu dipelajari dari SRI, dan
para ilmuwan mulai tertarik karena hasil panennya yang berlipat. SRI
jangan dilihat sebagai teknologi yang diterapkan secara mekanis, tapi sebagai
metodologi untuk diuji dan diadaptasi sesuai dengan kondisi para petani.
Para petani perlu menjadi peneliti dan belajar dengan benar untuk memperoleh
hasil terbaik dari SRI.
Singkatnya, unsur SRI yang penting adalah
sebagai berikut:
1. Tranplantasi bibit muda untuk
mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar yang optimal
sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik.
2. Menanam padi dalam jarak tanam yang
cukup lebar, sehingga mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar
rumpun.
3. Mempertahankan tanah agar tetap
teraerasi dan lembab, tidak tergenang, sehingga akar dapat bernafas, untuk ini,
perlu manajemen air dan pendangiran yang mampu membongkar struktur tanah.
4. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk
tanah dan tanaman, sehingga tanah tetap sehat dan subur sehingga dapat
menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang diperlukan tanaman untk tumbuh.
Informasi
lebih lanjut :
ECHO, Inc. 17391 Durrance Rd. North Ft.
Myers FL 33917 USA Phone: (941) 543-3246
Norman Uphoff, direktur Cornell International
Institute for Food, Agricultural and Development (CIIFAD); PO BOX 14 Kennedy
Hall, Cornell University, Ithaca NY 14853 USA. Email : NTU1@cornell.edu
Sebastian Rafaralahy , Presiden Tefy Saina;
B.P. 1221, Antananarivo, Madagascar. Email : tefysaina@simicro.mg
(Diambil dari Buletin ECHO Development Notes,
January 2001, Issue 70, Halaman 1-6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar